Liwa Supriyanti, merupakan salah satu tokoh paling disegani di industri baja tanah air, berada di balik berdirinya Gunung Prisma. Beliau adalah direktur PT Gunung Prisma, salah satu perusahaan baja terbesar di Indonesia, bertindak sebagai mitra dan pemasok untuk proyek-proyek di seluruh Indonesia.
Dalam menghadapi perubahan, ia berpendapat bahwa kehidupan masyarakat berubah lebih cepat di dunia saat ini. Dalam wawancara (14 Januari 2021), Liwa mengungkapkan pandangannya bahwa ekonomi sirkular sangat penting untuk menata kembali kehidupan.
Liwa Supriyanti Gunung Prisma
Gunung Prisma memiliki pengalaman manajemen perusahaan selama hampir 20 tahun di industri baja dan kimia. Pengalaman ini seharusnya membuat bisnis ini lebih mudah. Selain itu, sudah waktunya untuk meninjau masa pakai produk dan siklus produksi, termasuk perhitungan kebutuhan energi selama produksi, alokasi energi yang digunakan dalam konstruksi, dan dampak lingkungan.
Liwa Supriyanti mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa baja adalah 100% bahan yang dapat didaur ulang terus menerus dalam proses material tertutup. Baja daur ulang mempertahankan esensinya sejak awal, dan baja itu sendiri dapat bertahan antara 40 dan 100 tahun, dengan potensi untuk bertahan lebih lama dengan perawatan standar rutin.
Mengambil Liwa Supriyanti Gunung Prisma sebagai contoh, Sydney Harbour Bridge telah menggunakan total 53.000 ton baja yang siap didaur ulang untuk mengakomodasi lalu lintas kendaraan dan kereta api sejak dibuka pada tahun 1932. Indonesia sendiri masih memiliki jembatan dan rel kereta api yang dibangun berabad-abad lalu.
Faktanya, baja adalah salah satu bahan yang paling banyak didaur ulang di dunia, baik sebelum maupun setelah digunakan. Lebih dari 650 ton baja didaur ulang setiap tahun, termasuk besi tua. WSA sendiri menggunakan pendekatan metodologis Life Cycle Analysis (LCA) yang mencakup Life Cycle Inventory Database (LCI).
LCA adalah alat yang mengukur dampak lingkungan dan kinerja setiap tahap produk dan membandingkannya dengan produk dan layanan lain dengan fungsi serupa. Sedangkan database LCI nantinya menjadi tempat pendataan bahan baku dan tahapan produksi, termasuk input dan output seperti penggunaan sumber daya dan emisi ke tanah, udara dan air dari setiap proses produksi.
Gunung Prisma Industri Baja Indonesia
Permintaan pasokan baja pada tahun 2020 meningkat sebesar 3,1% selama pandemi. Semua industri berjuang untuk bertahan dalam bisnis, tetapi bisnis di industri baja adalah bisnis seperti biasa. Menghadapi pertumbuhan ekonomi yang pesat di industri baja, Liwa Supriyanti, kepala Gunung Prisma, telah mengidentifikasi strategi yang dapat diterapkan perusahaan tidak hanya untuk menjaga bisnisnya berjalan dengan lancar, tetapi juga untuk memberikan kontribusi yang signifikan bagi lingkungan dan masyarakat.
Setelah merancang strategi untuk membantu lingkungan, Liwa memutuskan untuk mengadopsi metode produksi baja yang lebih ramah lingkungan di Gunung Prisma. Salah satu cara Liwa mengatakan itu bisa digunakan adalah membuat green steel. Metode produksi baja hidrogen ini harus menjadi cara untuk mengurangi emisi dan emisi karbon. Bahkan, Liwa berharap pendekatan ini juga akan membuka peluang kerja baru di masa depan. Menerapkan proses green steel tidaklah mudah.
Setelah merancang strategi untuk membantu lingkungan, Liwa memutuskan untuk mengadopsi metode produksi baja yang lebih ramah lingkungan di Gunung Prisma. Menurut Liwa, salah satu proses yang bisa diterapkan adalah produksi baja hijau. Metode produksi baja hidrogen ini harus menjadi cara untuk mengurangi emisi dan emisi karbon.
Bahkan, Liwa berharap pendekatan ini juga akan membuka peluang kerja baru di masa depan. Menerapkan metode baja mentah tidak mudah. Dibandingkan dengan proses pembuatan baja tradisional, proses green steel menghadirkan banyak tantangan, termasuk waktu dan biaya. Terlepas dari tantangan yang dihadapi Liwa sebagai CEO sebuah perusahaan baja, ia selalu memilih untuk berkontribusi positif terhadap mitigasi perubahan iklim global.
Liwa Supriyanti Gunung Prisma, Tokoh Paling Disegani Di Industri Baja Indonesia